Selasa, 29 Maret 2011

SISTEM INTEGUMEN

SISTEM INTEGUMEN

A. Fisiologi Sistem Integumen

Kulit merupakan organ yang paling luas permukaannya yang membungkus seluruh bagian luar tubuh sehingga kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya bahan kimia. Cahaya matahari mengandung sinar ultraviolet dan melindungi terhadap mikroorganisme serta menjaga keseimbangan tubuh terhadap lingkungan. Kulit merupakan indikator bagi seseorang untuk memperoleh kesan umum dengan melihat perubahan yang terjadi pada kulit. Misalnya, menjadi pucat, kekuning-kuningan kemerah-merahan atau suhu kulit meningkat, memperlihatkan adanya kelainan yang terjadi pada tubuh atau gangguan kulit karena penyakit tertentu.

Gangguan psikis juga dapat menyebabkan kelainan atau perubahan pada kulit. Misalnya, karena stres, ketakutan atau dalam keadaan marah, akan terjadi perubahan pada kulit wajah. Perubahan struktur kulit dapat menentukan apakah seseorang telah lanjut usia atau masih muda. Wanita atau pria juga dapat membedakan penampilan kulit. Warna kulit juga dapat menentukan ras atau suku bangsa misalnya kulit hitam suku bangsa negro, kulit kuning bangsa Mongol, kulit putih dari Eropa dll.

Fungsi Kulit

Kulit pada manusia mempunyai fungsi yang sangat penting selain menjalin kelangsungan hidup secara umum yaitu:

a. Fungsi proteksi (melindungi). Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisik atau mekanis, misalnya terhadap gesekan, tarikan, gangguan kimiawi yang dapat menimbulkan iritasi (lisol, karbol dan asam kuat). Gangguan panas misalnya radiasi, sinar ultraviolet, gangguan infeksi dari luar misalnya bakteri dan jamur. Karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan serabut-serabut jaringan penunjang berperan sebagai pelindung terhadap gangguan fisis. Melanosit turut berperan dalam melindungi kulit terhadap sinar matahari dengan mengadakan tanning (pengobatan dengan asam asetil).

b. Proteksi rangsangan kimia dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang impermeabel terhadap berbagai zat kimia dan air. Di samping itu terdapat lapisan keasaman kulit yang melindungi kontak zat kimia dengan kulit. Lapisan keasaman kulit terbentuk dari hasil ekskresi keringat dan sebum yang menyebabkan keasaman kulit antara pH 5-6,5. Ini merupakan perlindungan terhadap infeksi jamur dan sel-sel kulit yang telah mati melepaskan diri secara teratur.

c. Fungsi absorbsi (menyerap). Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitu juga yang larut dalam lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorbsi kulit dipengaruhi tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembapan dan metabolisme. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah di antara sel, menembus sel-sel epidermis, atau melalui saluran kelenjar dan yang lebih banyak melalui sel-sel epidermis.

d. Fungsi kulit sebagai pengatur panas (regulasi) Suhu tubuh tetap stabil meskipun terjadi perubahan suhu lingkungan. Hal ini karena adanya penyesuaian antara panas yang dihasilkan oleh pusat pengatur panas, medula oblongata. Suhu normal dalam tubuh yaitu suhu viseral 36-37,5 derajat untuk suhu kulit lebih rendah. Pengendalian persarafan dan vasomotorik dari arterial kutan ada dua cara yaitu vasodilatasi (kapiler melebar, kulit menjadi panas dan kelebihan panas dipancarkan ke kelenjar keringat sehingga terjadi penguapan cairan pada permukaan tubuh) dan vasokonstriksi (pembuluh darah mengerut, kulit menjadi pucat dan dingin, hilangnya keringat dibatasi, dan panas suhu tubuh tidak dikeluarkan).

Kulit melakukan peran ini dengan cara mengeluarkan keringat, kontraksi otot, dan pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan pembuluh darah sehingga memungkinkan kulit mendapat nutrisi yang cukup baik. Tonus vaskular dipengaruhi oleh saraf simpatis (asetilkolin). Pada bayi dinding pembuluh darah belum terbentuk sempurna sehingga terjadi ekstra cairan karena itu kulit bayi tampak lebih edema karena lebih banyak mengandung air dan natrium.

e. Fungsi ekskresi. Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau zat sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan amonia. Sebum yang diproduksi oleh kulit berguna untuk melindungi kulit karena lapisan sebum (bahan berminyak yang melindungi kulit) ini menahan air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering. Produksi kelenjar lemak dan keringat menyebabkan keasaman pada kulit.

f. Fungsi persepsi. Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Respons terhadap rangsangan panas diperankan oleh dermis dan subkutis, terhadap dingin diperankan oleh dermis, perabaan diperankan oleh papila dermis dan markel renvier, sedangkan tekanan diperankan oleh epidermis. Serabut saraf sensorik lebih banyak jumlahnya di daerah yang erotik.

g. Fungsi pembentukan pigmen. Set pembentuk pigmen (melanosit) terletak pada lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Melanosit membentuk warna kulit. Enzim melanosum dibentuk oleh alat golgi dengan bantuan tirosinase, ion Cu, dan O2 terhadap sinar matahari memengaruhi melanosum. Pigmen disebar ke epidermis melalui tangan-tangan dendrit sedangkan lapisan di bawahnya dibawa oleh melanofag. Warna kulit tidak selamanya dipengaruhi oleh pigmen kulit melainkan juga oleh tebal-tipisnya kulit, reduksi Hb dan karoten.

h. Fungsi keratinisasi. Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan. Sel basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuk menjadi sel spinosum. Makin ke atas sel ini semakin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Semakin lama intinya menghilang dan keratonosit ini menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung terus menerus seumur hidup. Keratinosit melalui proses sintasis dan degenerasi menjadi lapisan tanduk yang berlangsung kira-kira 14-21 hari dan memberikan perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis-fisiologik.

i. Fungsi pembentukan vitamin D. Dengan mengubah dehidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari. Tetapi kebutuhan vitamin D tidak cukup dengan hanya dari proses tersebut. Pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan.

B. Sistem Integumen Pada Kehamilan

Perubahan keseimbangan hormonal dan mekanisme peregangan bertanggung jawab terhadap derajat perubahan sistem integumen selama kehamilan. Perubahan yang umum terjadi adalah meningkatnya ketebalan kulit dan lemak subdermal hypopigmentasi, pertumbuhan rambut dan kuku, kecepatan aktifitas kelenjar keringat dan kelenjar sebasea, dan meningkatnya aktifitas sirkulasi dan vasomotor. Adanya kerapuhan/kelemahan pada jaringan elastik cutaneus menyebabkan timbulnya striae gravidarum atau tanda peregangan yang jelas. Respon alergi cutaneus menjadi lebih tinggi.

a. Pigmentasi disebabkan oleh hormon pituitary anterior ; melanotropin, yang meningkat selama kehamilan. Facial Melama, disebut juga chloasma atau topeng kehamilan, adalah bentuk seperti jerawat, merupakan hyperpigmentasi berwarna kecokelatan di atas pipi, hidung dan kening. Chloasma tampak pada 50% sampai 70% wanita hamil, dimulai setelah minggu ke 16 dan meningkat terus hingga persalinan. Sinar matahari menambah pigmentasi pada wanita-wanita yang rentan. Cloasma disebabkan oleh kehamilan normal biasanya memudar setelah persalinan. Penggelapan warna niple, areola, axila dan vulva terjadi juga pada saat yang bersamaan.

b. Linea nigra merupakan garis pigmentasi yang terentang dari symphisis pubis sampai ke ujung atas fundus pada garis tengah, garis ini dikenal dengan linea alba sebelum pigmentasi yang disebabkan faktor hormonal. Pada primigravida, adanya linea nigra dimulai pada bulan ke 3, sama cepatnya dengan kenaikan tinggi fundus ; pada multigravida munculnya garis ini sering lebih awal dari bulan ke 3. Tidak semua wanita hamil muncul linea nigra.

c. Striae gravidarum, atau garis peregangan, tampak pada 50% sampai 90% wanita hamil selama pertengahan kehamilan, mungkin disebabkan oleh aksi adrenocorticoid. Striae merefleksikan perusakan jaringan penyambung di bawah kulit (collagen). Depresi lapisan yang jelas terjadi pada area-area dengan peregangan maksimal (seperti abdomen, paha dan mamae). Peregangan ini kadang-kadang menimbulkan sensasi menyerupai rasa gatal. Terdapat kecenderungan bahwa striae bersifat familia. Setelah kelahiran striae biasanya memudar, walaupun striae tersebut tidak menghilang secara keseluruhan. Variasi warna striae tergantung pada warna kulit ibu hamil. Striae tampak berwarna pink pada wanita berkulit cerah, dan tampak berwarna kontras dari pada kulit lainnya pada wanita berkulit gelap. Pada nulipara, striae pada umumnya berupa garis berwarna perak kemilauan (pada wanita berkulit cerah) atau garis berwarna keunguan (pada wanita berkulit gelap) Scar striae mungkin tampak akurat pada kehamilan sebelumnya.

d. Angiomas atau telangiectasia adalah istilah yang ditujukan pada bentuk vaskularisasi seperti jaring laba-laba. Bentuknya kecil sekali, permukaannya seperti bintang atau bercabang-cabang, terlihat jelas pada bagian akhir arteriola. Jaring laba-laba ini terbentuk sebagai akibat meningkatnya sirkulasi estrogen, biasanya ditemukan pada leher thorax, muka dan lengan. Angiomas dan teliangiestasia juga dijelaskan sebagai jaringan awal dilatasi arteriola yang menyebar ke arah bagian tengah. Bentuk jaring-jaring ini berwarna kebiruan dan tidak menjadi pucat bila dilakukan penekanan. Striae mungkin tampak jelas pada mamae sebagai akibat peregangan pada mamae yang bertambah besar ukurannya. Jaring-jaring vaskuler tampak selama bulan ke 2 sampai 5 kehamilan pada 55% wanita kulit putih dan 10% pada wanita Afrika-Amerika. Jaring-jaring vaskuler ini akan menghilang setelah melahirkan.

Adanya benjolan-benjolan kecil seperti jerawat, berwarna pink kemerahan dan mudah ditentukan batasnya, sering terlihat pada permukaan palmar tangan pada sekitar 60% wanita kulit putih dan 35% pada wanita Afrika-Amerika selama kehamilan (Cunningham, Mac Donald, Gant, 1989). Perubahan warna ini dan eritema pada palmar berhubungan dengan peningkatan sirkulasi perifer.

e. Epulis (Gingival Granuloma Gravidarum) berwarna kemerahan, berbentuk nodul dan mudah berdarah. Lesi ini mungkin berkembang sekitar bulan ke 3 dan biasanya berlanjut sesuai dengan perkembangan kehamilan. Treatment dilakukan dengan melakukan insisi apabila lesi tersebut mengalami pembesaran, menyebabkan rasa nyeri atau berdarah yang agak banyak.

Pada minggu ke 6 beberapa wanita mencatat adanya menipis dan melunaknya kuku baik pada tangan maupun kaki. Zat pewarna kuku harus dibersihkan dan kuku harus tetap dijaga pendek untuk mencegah patah, kulit yang berminyak dan cabe vulgaris mungkin terjadi selama kehamilan. Beberapa wanita lain kulitnya mengalami scar dan terlihat menyebar. Hirsutism adalah pertumbuhan rambut yang berlebihan dan pertumbuhan rambut pada tempat yang tidak biasanya, juga hal yang mungkin terjadi. Peningkatan pertumbuhan rambut biasanya juga terjadi. Rambut kembali normal setelah kehamilan. Pertumbuhan rambut yang kasar biasanya tidak menghilang setelah kehamilan. Beberapa wanita berkomentar bahwa rambut mereka menebal dan tumbuh lebih banyak selama kehamilan.

C. Perubahan Pada Kulit

Perubahan pada kulit ibu hamil, terjadi karena terdapat hormon khusus. Perubahan kulit dalam bentuk hiperpigmentasi dan hiperemi di beberapa tempat dapat dijabarkan sebagai berikut :

Kulit

Bentuk Perubahan

Keterangan

Muka

Kloasma gravidarum atau “mask of pregnancy” disebabkan oleh kombinasi :

- Hormon seks

- Melanocyte stimulating hormon (MSH) yang dikeluarkan oleh hipofisis anterior

Andeng-andeng dapat bertambah hitam

Bentuk seperti kupu-kupu, simetris pada sisi kanan dan kiri.

Hiperpigmentasi

Abdomen

Striae lividae/nigra disebabkan oleh kombinasi :

- Melanocyte stimulating hormon

- Estrogen dan progesteron

- Hormon adrenokortikotropik

Hiperpigmentasi di garis tengah kulit abdomen.

Hiperpigmentasi kulit abdomen bagian bawah di atas simfisis pubis

Mamae

Puting susu dan areola mamae bertambah hitam, kelenjar Minogomery makin menonjol. Ketiganya, disebabkan oleh kombinasi peningkatan hormon seperti di atas

Salah satu tanda awal kehamilan khususnya pada kehamilan pertama

Spider

angioma

Semakin jelasnya pembuluh darah kapiler dengan titik di tengahnya di beberapa tempat seperti yang dijumpai pada sirosis hepatis.

Pembuluh darah tampak semakin jelas keduanya disebabkan oleh peningkatan estrogen.

Spider angioma sulit terlihat pada orang Indonesia disebabkan warna kulitnya sawo matang.

Eritema

palmans

Kulit telapak tangan merah dan kadang-kadang mengelupas.

Peningkatan estrogen menyebab-kan jaringan ikat merenggang.

Jarang terjadi pada wanita Indonesia karena kulit telapak tangan menebal akibat pekerjaannya.

Rambut

Fase anagen/pertumbuhan rambut berlangsung selama 2-6 tahun dan selanjutnya beristirahat.

Fase telogen berlangsung selama 3 bulan. Pada fase ini sebagian rambut rontok kemudian tumbuh kembali yang normalnya sekitar 15-20%. Fase telogen turun menjadi 10% pada akhir kehamilan.

Sering dijumpai bahwa setelah persalinan rambut yang rontok semakin banyak, namun tumbuh kembali.

Situasi ini dipengaruhi oleh tingginya estrogen/progenteron

D. Penyakit Kulit

Ø Prurigo pada kehamilan

Lesi-lesi ini memiliki banyak nama. Menurut Shornick (1998), penyakit ini mencakup prurigo gestasionis dan dermatitis papular, yang tampaknya adalah varian-varian dari penyakit yang sama dan tidak spesifik untuk kehamilan. Varian yang ringan dan lebih sering ditemukan, prurigo gestasionis, ditandai dengan lesi-lesi kecil, gatal, dan cepat mengalami ekskoriasi yang terletak di lengan bawah dan badan. Lesi biasanya muncul pada minggu ke 25 sampai 30, dan tidak dijumpai vesikel atau bula. Dermatitis papular, yang diuraikan oleh Spangler dkk. Pada tahun 1962, adalah dermatitis pada kehamilan tahap lanjut yang jarang dijumpai. Penyakit ini ditandai dengan erupsi pruntik generalisme. Lesi tampak sebagai papula-papula lunak, berwarna merah, ungu sampai merah-coklat, dengan sebagian memiliki krusta hemoragik di bagian tengahnya.

Prutus biasanya dapat dikendalikan dengan antihistamin dan krim kortikosteroid. Hasil perinatal tampaknya tidak terganggu oleh sindrom ini (Vaughan Jones dan Black, 1999).

Ø Herpes gestasionis

Erupsi kulit berlepuh yang gatal ini biasanya timbul pada wanita nulipara pada kehamilan tahap lanjut, walaupun dapat juga muncul sejak awal kehamilan atau sampai seminggu postpartum. Herpes gestasionis kadang-kadang menyertai penyakit frofoblastik gestasional. Penyakit ini, yang juga disebut sebagai pemfigoid gestasionis, serupa dengan pemfigoid bulosa yang dijumpai pada pasien lansia (Fine, 1995). Secara imunologis, penyakit ini tidak dapat diberdakan dari pemfigoid bulosa (Nousari dan Anhalt, 1999; Triffet dkk., 1999). Dengan demikian herpes gestasionis yang spesifik organ (Engineer dkk., 2000).

Herpes gestasionis yang berat dapat berakibat serius, tetapi untungnya hal ini jarang dijumpai.

Ø Impetigo herpetiformis

Ini adalah suatu erupsi pustular yang jarang dan mungkin timbul pada kehamilan tahap lanjut. Sebagian penulis menganggapnya sebagai suatu bentuk psoriasis pustulosa yang timbul bersamaan dengan kehamilan,s sementara penulis lain menganggapnya sebagai suatu dermatosis kehamilan ersendiri (Arionson dan Alaska, 1995). Oumeish dkk. (1982) melaporkan seorang wanita yang mengalami sekambuhan dermatosis ini pada sembilan kehamilannya. Pada tiga kehamilan terjadi hidrosefalus janin. Juga terjadi dua kematian perinatal yang sebabnya tidak diketahui. Wanita ini juga mengalami lesi kulit khas saat mendapat kontrasepsi oral estrogen-progesteron.

Tanda utama lesi impetigo herpetiformis adalah pustula-pustula steril yang terbentuk di sekeliling tepi bercak eritematosa. Lesi-lesi eritematosa biasanya dimulai di daerah lipatan dan meluas ke perifer. Selaput lendir biasanya terkena. Lesi histologi khasnya adalah mikroabses. Rongga mirip spons di epidermis, yang terisi oleh neutrofil, diberi nama pustula spongiformis Kogoj.

Pruritus tidak parah, tetapi sering timbul gejala konstitusi. Selain mual, muntah, diare, serta menggigil dan demam, sering terjadi hipoalbuminemia dan hipokalsemia. Walaupun pada awalnya steril, pustula dapat terinfeksi sekunder setelah pecah, dan sepsis merupakan penyulit yang serius.

Terapi berupa kortikosteroid dan antimikroba sistemik untuk mengobati infeksi sekunder dan sepsis. Penyakit mungkin menetap selama beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah melahirkan. Morbiditas dan mortalitas janin berkaitan dengan keparahan infeksi pada ibu, tetapi mungkin terjadi bahkan pada penyakit yang sudah terkendali (Vaughan-Jones dan Black, 1999; Wolf dkk., 1995).